Minggu, 06 Juli 2014

Kucurahkan Cintaku pada Indonesia Melalui Pendidikan Bangsa

Generasi muda adalah tonggak pembangunan bangsa. Generasi muda bagai pedang bermata dua yang apabila diasah dengan baik mampu menghancurkan benda apa saja di hadapannya. Pedang ini bergerak sesuai kehendak penggunanya. Menerjang ke arah musuh ataukah menyerang balik orang yang menggunakannya. Artinya, generasi muda mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa dan sekaligus menjatuhkannya hingga tak tersisa. Maka sudah seharusnya mereka diarahkan dengan benar demi kemajuan bangsa. Dengan cara apa? Pendidikan salah satunya.
Semangat muda generasi muda (sumber)

Mengapa pendidikan?
Karena manusia terlahir untuk belajar. Sedari kecil seorang bayi diajar untuk mengenal lingkungannya, belajar menggapai-gapai mainannya, belajar berucap dan seterusnya. Secara naluriah, manusia memiliki hasrat belajar dari kecil hingga dewaasa.

Berdasarkan pengalaman saya sebagai anak didik (dulu) dan pendidik (sekarang), kaum muda memiliki rasa ingin tahu yang menggebu. Sangat patut bagi kita untuk mengarahkan pendidikan mereka ke arah pendidikan berbasis nasionalisme agar mereka tidak semakin jauh terseret arus modernisasi yang cenderung mengikis rasa nasionalisme itu sendiri. Nasionalisme tidak hanya dibuktikan melalui lagu 'Indonesia Raya', tapi juga via tindakan. Oleh karenanya, aku membulatkan tekatku untuk mempersembahkan rasa cintaku dalam dunia pendidikan guna mendidik generasi muda setelahku dan demi menjalankan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu 'mencerdaskan kehidupan bangsa'.
Rasa bangga kala melihat mereka aktif dalam pembelajaran

Fenomena yang terjadi saat ini justru mempertunjukkan bagaimana rasa cinta Indonesia dalam diri jiwa muda ini mulai terkikis dan terkukus. Mereka, bahkan aku, kami, tak lagi mengenal budaya bangsa. Kami cenderung ngalor ngidul mengikuti perubahan jaman, kadang kebarat-baratan kadang sangat ketimuran. Coba saja tanyakan siapa idola mereka! Kebanyakan akan menjawab artis-artis beken nan populer. Bagaimana jika ditanya siapa Kapten Pattimura? Aku pernah ngetes murid-murid SMA-ku dengan pertanyaan ini. Lucunya, murid IPA banyak yang tidak tahu, murid IPS sebagian tahu sebagian lagi menjawab 'Itu lho bu, yang ada di uang seribuan' *dieengg!
Haha, dasar anak IPS!
Tapi di balik fenomena ini aku menyimpan keprihatinan yang mendalam. Kalau kata anak gaul jaman sekarang, 'Sakitnya itu di sinih. . .' (sambil tunjuk dada).
Miris memang. Maka dari itu aku bertekad mengembalikan kesadaran sang jiwa-jiwa muda untuk kembali mencintai Indonesia. Sembari mengajar kimia SMA, sesekali ku selingi mereka dengan pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari melalui conceptual learning. Misal, mengkaitkan materi benzena dengan senyawa-senyawa beracun yang ada dalam narkoba. Betapa senyawa itu, misalnya turunan morfina, mampu menurunkan sistem kerja otak, menyebabkan ketagihan dan kelumpuhan. Melalui penuturan bahaya-bahaya obat-obatan terlarang itu, mereka sengaja 'kubuat ngeri' dengan akibatnya. Dan betapa bersyukurnya diriku mendapati mereka cukup mengerti untuk menjauhi obat-obat itu sehingga sekolah kami tidak pernah menemui kasus yang berkaitan dengan barang haram itu.
Pernah suatu ketika aku memperkenalkan cara sederhana untuk mendeteksi bahan pewarna buatan menggunakan indikator kunyit. Betapa senangnya mereka mengetahui bahwa mereka bisa menghindari bahaya jangka panjang dari zat pewarna dengan cara yang sangat sederhana. Siswaku ini begitu antusias membawa sampel-sampel makanan dan minuman yang berwarna-warni. Sembari ku bekali materi, beberapa petuah kusampaikan agar mereka senantiasa menjaga kesehatan tubuh. Karena dari tubuh yang sehat tumbuh jiwa yang kuat. Dari jiwa yang kuat, tumbuh mental yang kokoh dan tidak mudah goyah mengikuti arus zaman. Dengan begitu, perlahan, kukenalkan dengan rasa cinta Indonesia. Hasrat untuk selalu melindungi negeri tercinta melalui jiwa raga yang sehat.

Bangganya itu disini, melihat mereka penasaran dengan perubahan warna yang disebabkan oleh indikator asam-basa

Pendidikan adalah tanggung jawab kita. Mendidik generasi setelah kita untuk menjadi lebih baik adalah kewajiban bersama. Sudah bukan saatnya menanyakan salah siapa saat jiwa-jiwa muda itu terjerumus ke lembah dosa. Itu salah kita, salah kita semua! Kita yang cuek dan membiarkan mereka terseret pergaulan yang salah. Kitalah yang wajib meluruskannya. Maka ijinkan AKU sebagai bagian dari KITA untuk mengabdikan diriku pada pendidikan MEREKA. Setidaknya inilah wujud cintaku pada Indonesia.

I Love U, students!

Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan : Aku dan Indonesia

2 komentar:

  1. Alhamdulillah bisa komen, rupanya pengaturan di blog diseting tanpa komentar, jadi gitulah kayak tadi. Barangkali pengunjung lain pun bingung. Alamat Bu Guru harus promo ulang agar yang berkunjung bisa ikut ngomenin lagi, hihi.
    Tulisan bagus dan aspiratif dari kacamata seorang pendidik yang mendedikasikan pekerjaannya dengan cinta. Salut. Semoga menang, ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah...berkat diingetin sama mak Rohyati jg (enaknya manggil sapa nih yaa? hehe)
      Aminnnn...makasih

      Hapus

^satu komentar darimu bermakna segalanya. thanks for visiting^